Ketahui Perbedaan KPR Syariah dan Konvensional
Membeli rumah impian merupakan keputusan finansial besar bagi kebanyakan orang, dan pinjaman hipotek adalah cara paling umum untuk mewujudkannya. Di banyak negara, termasuk Indonesia dan Inggris, pembeli dapat memilih antara KPR syariah dan KPR konvensional.
Meskipun keduanya dirancang untuk membantu individu membeli properti, keduanya beroperasi berdasarkan prinsip keuangan yang berbeda. KPR bank konvensional mengandalkan pinjaman berbasis bunga, sedangkan KPR bank syariah mengikuti aturan keuangan Islam yang melarang bunga (riba) dan mendorong pembagian risiko.
Artikel ini mengeksplorasi perbedaan utama antara kedua jenis KPR tersebut dan menguraikan keunggulan masing-masing, membantu calon pembeli membuat keputusan saat mencari pembiayaan untuk membayar cicilan rumah.
Apa Itu KPR Konvensional?
KPR konvensional adalah pinjaman yang ditawarkan oleh bank atau lembaga keuangan kepada pembeli rumah. Pem Pinjaman dibayarkan kembali oleh peminjam dalam jangka waktu tertentu (biasanya 15–30 tahun), beserta bunga.
Bagaimana Cara Kerjanya?
Bank memberikan pinjaman kepada nasabah dalam bentuk jumlah tunai. Lalu nasabah atau peminjam membayar kembali jumlah tersebut dalam angsuran bulanan atau cicilan KPR. Nah, bunga dikenakan atas sisa pinjaman yang belum dibayar.
Kredit perumahan konvensional dapat berupa suku bunga tetap (suku bunga tetap sama) atau suku bunga variabel (suku bunga berubah sesuai kondisi pasar).
Apa Itu Kredit Perumahan Syariah?
Kredit perumahan syariah, juga dikenal sebagai kredit perumahan Islam, disusun sesuai dengan hukum Islam (Syariah), yang melarang riba (bunga). Sebagai gantinya, digunakan struktur alternatif seperti Murabahah, Ijara, atau Musharaka.
Bagaimana Cara Kerjanya?
Akad Murabahah: Bank membeli properti dan menjualnya kepada pembeli dengan harga yang lebih tinggi, dengan opsi pembayaran cicilan.
Akad Ijara: Bank membeli properti dan menyewakannya kepada pembeli. Pembeli membayar sewa dan dapat membeli properti tersebut di akhir masa sewa.
Akad Musharaka: Bank dan pembeli bersama-sama memiliki properti. Pembeli secara bertahap membeli bagian bank dari properti tersebut seiring waktu.
Dalam semua struktur ini, tidak ada bunga. Sebaliknya, keuntungan dan risiko dibagi, dan syarat-syaratnya transparan.
Perbedaan Utama Antara KPR Syariah dan Konvensional
Perbedaan mendasar antara KPR konvensional dan KPR syariah terletak pada skema transaksi yang digunakan. Dalam KPR konvensional, proses pemilikan rumah dilakukan melalui pemberian pinjaman uang yang kemudian dibayar kembali dengan bunga KPR. Sementara itu, KPR syariah Islam menggunakan prinsip jual beli, di mana bank terlebih dahulu membeli rumah yang diinginkan nasabah, kemudian menjualnya kembali dengan harga tertentu yang disepakati bersama.
Untuk memahami lebih dalam, mari simak 5 perbedaan KPR KPR syariah dan KPR konvensional berikut ini, yang dapat menjadi pertimbangan penting sebelum mengambil keputusan terkait pemilikan rumah.
1. Bunga vs. Pembagian Keuntungan Bank dan Nasabah
Kredit Konvensional: Kredit konvensional beroperasi berdasarkan sistem bunga. Pemberi pinjaman memberikan sejumlah uang kepada peminjam, yang kemudian diwajibkan untuk mengembalikan jumlah tersebut dalam jangka waktu yang disepakati beserta bunga tambahan.
Bunga mewakili biaya pinjaman dan terus berlaku hingga pinjaman sepenuhnya dilunasi. Semakin lama jangka waktu pinjaman, semakin besar bunga yang harus dibayar oleh peminjam, yang berarti jumlah pembayaran akhir seringkali jauh lebih tinggi daripada pinjaman awal.
Seringkali di KPR konvensional terjadi suku bunga mengambang atau floating, yang membuat besaran margin suku bunga naik secara drastis di tahun ke-10 atau ke-15.
Kredit Perumahan Syariah: Berdasarkan hukum syariah, bunga (riba) dilarang secara ketat. Sebagai gantinya, kredit perumahan syariah mengadopsi model pembagian keuntungan atau sewa. Nasabah tidak perlu membayar biaya tambahan karena Bank Syariah membebaskan biaya administrasi dan provisi dari jumlah plafon atau kredit pembiayaan nasabah.
Misalnya, dalam skema Murabaha, bank membeli properti dan menjualnya kepada pelanggan dengan harga tetap yang lebih tinggi, yang dibayar secara angsuran.
2. Pengawasan saat Mengajukan KPR
Satu lagi perbedaan KPR konvensional dan syariah adalah [ada aspek pengawasan. Pada KPR konvensional, seluruh kegiatan perbankan, termasuk penyaluran kredit pemilikan rumah, diawasi oleh otoritas perbankan secara umum, yaitu Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga-lembaga ini berfungsi untuk memastikan bahwa kegiatan operasional bank berjalan sesuai dengan regulasi perbankan nasional, menjaga stabilitas sistem keuangan, serta melindungi kepentingan nasabah.
Sementara itu, pada KPR syariah menawarkan mekanisme pengawasannya memiliki satu lapisan tambahan. Selain tetap berada di bawah pengawasan Bank Indonesia dan OJK seperti halnya bank konvensional, bank syariah juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS merupakan organ khusus yang bekerja secara langsung berdasarkan ketentuan dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Dengan adanya mekanisme pengawasan ganda ini, KPR syariah tidak hanya memastikan kepatuhan terhadap regulasi perbankan nasional, tetapi juga menjamin bahwa seluruh praktik pembiayaan KPR berjalan sesuai dengan nilai-nilai syariah. Hal tersebut menjadi salah satu keunggulan KPR syariah bagi masyarakat yang ingin memiliki rumah dengan tetap menjaga prinsip keuangan yang sesuai syariah.
3. Kepemilikan
Kredit Konvensional: Dengan kredit konvensional, pembeli diakui sebagai pemilik sah properti sejak awal, meskipun properti tersebut digunakan sebagai jaminan untuk pinjaman. Jika peminjam gagal membayar angsuran, pemberi pinjaman berhak untuk mengambil alih properti melalui proses penyitaan.
Kredit Perumahan Syariah: Sebaliknya, kepemilikan dalam kredit perumahan syariah seringkali dibagi antara bank dan nasabah hingga perjanjian pembiayaan selesai.
4. Kontrak Hukum
Kredit Konvensional: Kerangka hukum untuk kredit konvensional adalah kontrak pinjaman standar antara pemberi pinjaman dan peminjam. Perjanjian ini menetapkan jumlah pokok pinjaman, suku bunga, jadwal pembayaran, dan konsekuensi jika terjadi wanprestasi. Strukturnya relatif sederhana, dan kontrak semacam ini secara luas diakui dalam sistem perbankan global.
KPR Syariah: Hipotek yang sesuai dengan syariah menggunakan perjanjian yang mencerminkan etika keuangan Islam. Alih-alih pinjaman, perjanjian tersebut dapat berupa perjanjian jual beli (Murabahah), perjanjian sewa (Ijara), atau perjanjian kemitraan (Musharaka). Setiap perjanjian ini dirancang untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum syariah dengan menghindari bunga dan menekankan keadilan, transparansi, dan pembagian risiko. Perjanjian ini seringkali lebih rinci dan mungkin memerlukan dokumen tambahan untuk memenuhi standar hukum dan agama.
5. Segi Risiko
Kredit Konvensional: Dalam struktur konvensional, sebagian besar risiko finansial ditanggung oleh peminjam saat pembelian rumah. Terlepas dari perubahan nilai properti atau kondisi keuangan peminjam, kewajiban untuk melunasi pinjaman beserta bunganya tetap konstan. Jika harga properti turun, peminjam mungkin harus melunasi lebih dari nilai properti tersebut, tanpa keringanan dari pemberi pinjaman.
Kredit Perumahan Syariah: Risiko dalam kredit perumahan syariah lebih seimbang antara bank dan pembeli. Misalnya, dalam perjanjian Musharaka, kedua belah pihak berbagi kepemilikan dan oleh karena itu berbagi risiko yang terkait dengan properti. Jika terjadi keadaan tak terduga, beban keuangan tidak ditanggung sepenuhnya oleh peminjam. Model berbagi risiko ini dirancang untuk menciptakan keadilan dan mengurangi potensi eksploitasi, sejalan dengan prinsip-prinsip syariah.
Cari tahu program KPR terbaik untuk rumah idaman Anda di Indonesia! Tim konsultan Lets Move Group siap membimbing setiap langkah pengajuan kredit rumah. Kontak kami sekarang juga!